Sumenep | Demarkasi.co – Sorotan publik kabupaten Sumenep soal carut marutnya sistem rekrutmen calon anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) kembali muncul.
Sebelumnya gelombang demontrasi datang dari aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) kabupaten Sumenep, soal perubahan Surat Keputusan (SK) hasil tes tertulis.
Selain itu muncul gelombang aksi unjuk rasa di depan kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jl. M.H. Thamrin No. 14, RT. 8/RW. 4, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat. Oleh aktivis Jatim Progres perihal dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan sejumlah komisioner KPU Sumenep.
Parahnya, dari sederet kasus dugaan melawan hukum tersebut, hingga detik ini belum ada respon yang jelas dari Komisioner KPU kabupaten Sumenep, sehingga membuat Serikat Aktivis Independen (SAI) juga melayangkan kritik pedas kepada KPU setempat.
Hal itu dilakukan Serikat Aktivis Independen, berdasarkan temuan pihaknya soal KPU Sumenep yang telah meloloskan calon anggota PPS yang merupakan anggota partai politik.
Hamidi selaku Direktur Eksekutif SAI membeberkan kepada awak media, bahwa ada lima calon PPS yang diloloskan sebagai PPS dan merupakan anggota partai politik.
Dari kelima anggota partai politik yang diloloskan menjadi PPS itu terdiri dari dua orang yang dilantik dan tiga orang tidak jadi dilantik sebagai anggota PPS.
Berikut nama-nama anggota partai politik Yang diloloskan menjadi anggota PPS:
A. Yang dilantik:
1. Kusairi, Desa Romben Rana, Kecamatan Dungkek, (Pengurus PKB).
2. (Imam), Desa Lapadaya, Kecamatan Dungkek, (Pengurus PKB).
B. Yang tidak jadi dilantik:
1. A. Fatih Ridha, Desa Daramista, Kecamatan Lenteng, (Partai PSI).
2. Habibullah, Desa Tarebung, Kecamatan Gayam, (Parpol PBB).
3. Qusyairi, Desa Pancor, Kecamatan Gayam, (Parpol PSI).
Padahal menurut Hamidi, jelas dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) melarang itu. Sebagaimana termaktub dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2018 Pasal 36 ayat (1) huruf e dan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 36 Tahun 2018 Tentang Perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun tentang Pembentukan dan Tata Kerja Panitia Pemilihan Kecamatan, Panitia Pemungutan Suara, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Dalam Penyelenggaran Pemilihan Umun Pasal 36 ayat (1) huruf e, yang berbunyi sebagai berikut:
“Tidak menjadi anggota Partai Politik yang dinyatakan dengan surat pernyataan yang sah atau paling singkat 5 (lima) tahun tidak lagi menjadi anggota Partai Politik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Pengurus Partai Politik yang bersangkutan”.
“Jelas perbuatan KPU ini sudah melanggar dan melawan hukum,” tegas Hamidi, Rabu (1/2/2023).
Sehingga kata Hamidi, KPU harus bertanggung jawab dan menerima konsekuensi hukum atas perbuatan melawan hukumnya dalam meloloskan anggota Partai Politik sebagai anggota PPS.
Sementara Ketua KPU Kabupaten Sumenep, Dr. Rahbini, M.Pd sama sekali tidak menampik soal adanya anggota Partai Politik yang lolos menjadi anggota PPS.
Dan Rahbini mengaku bahwa pihaknya sudah melakukan PAW terhadap sejumlah anggota PPS yang merupakan anggota Partai Politik.
“Sudah di-PAW, mas,” jawab ketua KPU Kabupaten Sumenep singkat kepada awak media melalui pesan WhatsApp.
Tetapi sayang, Rahbini tidak merespon lagi saat ditanya, kenapa lembaga negara sekelas KPU, yang dilengkapi dengan perangkat memadai, SDM yang melimpah dan anggaran yang besar masih lalai dalam melakukan seleksi PPS.
Sekedar informasi yang berhasil dihimpun media ini dari berbagai narasumber bahwa banyak anggota PPS se kabupaten Sumenep yang merangkap sebagai Perangkat Desa dan tenaga Sertifikasi Guru serta pegawai lain di instansi pemerintah.