Dinilai Tak Mampu Berikan Kontribusi Besar Terhadap PAD, LBH FORpKOT Minta PDAM Sumenep Transparan Ke Publik

Dinilai Tak Mampu Berikan Kontribusi Besar Terhadap PAD, LBH FORpKOT Minta PDAM Sumenep Transparan Ke Publik

Sumenep | Demarkasi.co – Gonjang-ganjing keberadaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang merupakan salah satu usaha milik pemerintah kabupaten (Pemkab) Sumenep, Jawa timur, nampaknya mulai mendapat perhatian khusus dari para pemerhati hukum di Bumi Arya Wiraraja kabupaten Sumenep.

Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bergerak dalam bidang produksi dan pengelolaan air bersih di lingkungan Pemkab Sumenep ini rupanya dinilai belum mampu memberikan kontribusi besar terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) kabupaten setempat.

Menurut ketua Lembaga Bantuan Hukum Forum Rakyat pembela Keadilan dan Orang-Orang Tertindas (LBH FORpKOT) Herman Wahyudi, S.H., menyampaikan, sebagai BUMD seharusnya keberadaan PDAM mampu menyumbang PAD yang sangat besar karena menurut pria yang getol menyikapi kebijakan Pemkab ini bahwa sumber air yang dikelola oleh perusahaan tersebut tidak diperoleh melalui proses membeli.

Sungguh ironis, rupanya keadaan tersebut berbanding terbalik dengan apa yang diharapkan oleh Publik. Karena PDAM Sumenep yang merupakan salah satu perusahaan besar milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep dengan pelanggan hingga mencapai puluhan ribu tersebut hanya mampu memberikan kontribusi terhadap PAD sebesar 200 jutaan per-tahun.

Padahal kata Herman, apabila ditelisik dari modal dan Cost Bahan Habis Pakai (BHP) yang digunakan oleh PDAM bisa dikatakan murah, karena telah disediakan langsung oleh alam.

Melihat gelagat mencurigakan tersebut, LBH FORpKOT meminta kepada pihak PDAM Sumenep untuk transparan kepada publik perihal pendapatan yang dihasilkan setiap tahunnya.

Karena, kata Ketua LBH FORpKOT ini, sebagai BUMD yang eksistensinya sangat strategis, perusahaan yang bergerak dibidang pengadaan air bersih itu seharusnya mampu menyumbang PAD yang sangat besar.

“Kalau kami menelisik dari data ringkasan APBD tahun anggaran 2020 PDAM ini hanya menyumbang PAD 200 juta kepada Pemerintah daerah Kabupaten (Pemkab) Sumenep,” kata, Herman Wahyudi, SH., Rabu (04/5).

Bahkan Herman juga menaruh curiga ada dugaan korupsi di Perusahaan daerah yang satu ini karena PDAM ini bukan merupakan perusahaan yang kecil, tetapi perusahaan besar yang mempunyai pelanggan 13 ribu lebih. Dan air yang dikelola bukan hasil dari membeli, tapi sudah disediakan oleh alam.

“Kami cukup kaget dengan pelangggan yang mencapai belasan ribu tersebut kontribusi kepada PAD kita hanya 200 jutaan per-tahun,” katanya.

“Jangan-jangan dana yang dihasilkan oleh PDAM ini banyak yang “ngowos” alias dikorup,” imbuhnya.

Sementara sampai berita ini diterbitkan, belum ada keterangan secara resmi dari Direktur Utama (Dirut) PDAM Sumenep.

Karena hingga saat ini awak media belum mendapatkan akses untuk melakukan upaya konfirmasi kepada Dirut PDAM Sumenep.

Diketahui jika sebelumnya, pada tahun 2020 silam, persoalan minimnya kontribusi dari PDAM Sumenep terhadap PAD telah disorot oleh publik di Kota Keris ini.

Sementara menurut Direktur Utama (Dirut) PDAM Sumenep melalui Bagian Umum PDAM, Febmi, S. Ap, seperti dilansir dari laman media panjinasional.net menyampaikan, untuk saat ini perubahan yang bergerak di pengelolaan air bersih tersebut ada 13.320 pelanggan yang terdiri dari 7 unit tersebar di 7 kecamatan se kabupaten Sumenep.

“Ada 7 (Tujuh) unit semuanya, Kota, Kalianget, Saronggi, Pragaan, Ambunten, Sapudi, Kangean, ada 7 (tujuh) Kecamatan,” terang Febmi, Senin (20/07) saat dimintai keterangan awak media di kantornya.

Febmi juga menyampaikan, jika PAD itu tiap tahun fluktualtif, terbukti untuk tahun kemarin berada diangka 200, tahun ini 250, dan untuk tahun depan pihaknya menyampaikan agak menurun, sekitar diangka 275.

“Targetnya naik terus dari Pemda, jadi mulai dari 50, 75, 100, 150, 200 kemaren,” bebernya.

Sedangkan disinggung soal standar PAD, dirinya mengira-ngira, dirinya menebak berkisar diangka 55 persen, “kalau tidak salah 55% dari total pendapatan, tapi yang kita realisasikan nggak segitu mas, habis lah,” katanya.

Tak tanggung-tanggung Febmi juga menyentil regulasi berkaitan dengan standar PAD tersebut, pria itu menyebut kalau secara peraturan daerah (Perda) diatur 55% dari total pendapatan, karena menurutnya semua itu diakumulasi berdasarkan seluruh modal dari Pemda.

“Tapi realisasinya nggak, akhirnya setelah kita rapat menyesuaikan lagi kembali kepada kemampuan perusahaan, untuk tahun 2019, 200 kalau nggak salah 200, naiknya 50, 50 kemarin, baru besok ini kayaknya kita turun ke 25 jutaan,” pungkasnya.