Hukum, Keadilan dan Moralitas Mencari Keseimbangan

Hukum, Keadilan dan Moralitas Mencari Keseimbangan
Mohammad Daifi,S.H., Aktivis Kabupaten Sumenep

Opini | Demarkasi.co – Melihat konflik yang terjadi di Negara saat ini, pastinya kita sebagai kaum marginal yang tidak punya kapital juga bisa menilai mana yang benar dan mana yang salah,, sebab Hukum tidak serta merta hanya persoalan kepastian Hukum tapi juga soal moral dan norma. Makanya tak heram jika Filsuf hukum seperti Hans Kalsen bilang hukum cuma soal norma, tapi Karl Marx membantah: “Hukum itu alat penguasa buat jaga kekuasaan!”.

Banyak yang langsung menganggapnya kalau hukum itu sebagai hal serius. Tapi, apakah semua yang legal itu selalu benar? Ini bukan tentang melanggar lampu merah karena terlambat ke kantor ( jangan ditiru ya), melainkan soal bagaimana hukum sering kali tidak selaras dengan nilai-nilai moral dan norma yang berlaku di masyarakat.

Kerap kali kita menemukan sesuatu yang sah secara hukum, namun menimbulkan kegelisahan secara moral. Masalah ini sudah lama menjadi perhatian dalam dunia hukum. Ada tantangan besar dalam menyeimbangkan antara keadilan dan kepastian hukum. Walaupun procedure hukumnya sah, masyarakat sering merasa hasilnya tidak adil. Ini menunjukkan perbedaan signifikan antara hukum dan moralitas.

Ketika hukum dan moralitas tidak berjalan selaras, kepercayaan masyarakat pada hukum pun runtuh, sebab fenomena ini menciptakan kesan bahwa hukum tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas, dan ini tentunya berisiko memicu kekacauan karena hukum bisa kehilangan relevansinya. Padahal, hukum seharusnya menjadi dasar kepercayaan agar masyarakat dapat hidup berdampingan.

Dalam konteks pembentukan hukum, pasal 20 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa DPR memegang kekuasaan dalam membentuk undang-undang. Namun, karena anggota DPR berasal dari partai politik, mungkin kepentingan politik ikut mempengaruhi isi peraturan.

Inilah mengapa banyak orang merasa hukum tidak selalu mencerminkan keadilan. Hukum sering di anggap hanya alat mengatur, bahkan cenderung mengontrol mereka yang tidak memiliki kekuasaan.

Hal ini memunculkan pertanyaan mendasar: Apakah sesuatu yang legal otomatis benar, jika dibaliknya ada agenda tertentu? Jawabannya cukup sederhana. Ketika hukum dikendalikan oleh kepentingan, moralitas harus menjadi pengingat bahwa ada sesuatu yang lebih tinggi dari sekedar aturan tertulis: yaitu kebenaran. Sebab dalam asas hukum di katakan “Equality Before The Law” (Semua orang sama di hadapan hukum).

Penulis: Mohammad Daifi, S.H.
(Aktivis Kabupaten Sumenep)