Sumenep | Denarkasi.co – Perkara kasus dugaan korupsi pengadaan 2 (Dua) kapal dan docking kapal di PT Sumekar Line pada tahun 2019 yang saat ini tetap bergulir di Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep masih terus mendapat atensi dari publik Kota Keris.
Kasus yang saat ini telah menyeret 5 (Lima) orang tersangka tersebut tak henti-hentinya menjadi rasan-rasan aktivis di Kabupaten Sumenep khususnya para aktivis hukum yang tergabung di Lembaga Bantuan Hukum Forum Rakyat Pembela Keadilan dan Orang-Orang Tertindas (LBH – FORpKOT).
Bahkan saat ini aktivis hukum di LBH FORpKOT mulai menduga bahwa kasus dugaan korupsi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar 5,809 Milyar tersebut terjadi akibat kelalaian Dewan Komisaris PT Sumekar.
Alasannya, dalam pasal 108 undang-undang No 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas ditegaskan bahwa Dewan Komisaris mempunyai tugas melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan dan juga memberikan nasehat kepada direksi.
Pengawasan dan pemberian nasehat tersebut, dalam rangka untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
“Atas dasar tersebut, kami menduga kasus korupsi di PT Sumekar ini terjadi tidak lepas dari kelalaian Dewan Komisaris. Sebab, hal yang sangat mustahil apabila Dewan Komisaris ini tidak mengetahui terkait dengan kegiatan pengadaan dua kapal dan docking yang merugikan uang negara milyaran rupiah ini,” ujar Ketua LBH FORpKOT Herman Wahyudi, SH., Rabu (28/06).
Oleh sebab itu, sesuai dengan pasal 114 ayat 3 undang-undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, lanjut pria yang akrab disapa Herman ini, dewan Komisaris juga ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara tersebut.
“Apalagi ditambah dalam akta notaris Nomor 07 Tahun 2020 yang diterbitkan oleh Notaris NA (inisial) Dewan Komisaris PT Sumekar juga ikut menyetujui kasus dugaan korupsi tersebut diperdatakan dalam artian dijadikan piutang secara tanggung renteng oleh mantan Dirut dan Dirops PT Sumekar,” jelasnya.
Pria yang dikenal pegiat anti korupsi itu meminta dengan tegas kepada Kejari Sumenep untuk terus mengembangkan kasus korupsi di PT Sumenep tersebut.
Kata dia, jangan sampai kasus yang sudah menjadi atensi Kejaksaan Agung dn KPK RI ini berhenti pada pelaku utamanya saja. Pasalnya, cakupan undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi (PTPK) tidak hanya kepada pelaku utama.
“Namun barang siapa yang menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan negara juga dapat dijerat oleh undang-undang PTPK,” tegas Herman.
Di lain sisi, Mohammad Tayyib selaku Komisaris Utama (Korut) PT Sumekar membantah dengan tegas soal dirinya yang dikatakan lalai dalam mengawasi jalannya pengurusan PT Sumekar.
Bahkan Mohammad Tayyib mengklaim bahwa dirinya telah memberikan nasehat kepada mantan direksi PT Sumekar yang saat ini telah berstatus tersangka sebelum melakukan transaksi pengadaan dua kapal pada tahun 2019 lalu.
“Sudah memberikan nasehat ko’,” kata Tayyib sapaan akrabnya, Rabu (28/06) melalui panggilan aplikasi watshapnya.
Selain itu Tayyib juga mengklaim bahwa pada waktu melakukan transaksi pembayaran Down Payment (DP) pengadaan kapal dirinya sudah melarang mantan direktur utama PT Sumekar untuk melakukan transaksi.
“Jadi gini, dia (eks Dirut PT Sumekar) minta pendapat ke saya melalui telephone. Saya bilang jangan dilakukan. Dan bahkan saya sudah memberikan nasehat untuk berkonsultasi kepada Kabag Perekonomian tentang aturannya. Habis itu, tidak ada laporan lagi ke saya. Ternyata di laporan keuangan tahunan muncul pembayaran uang muka (DP),” ngakunya.
Selain itu, Tayyib juga memaparkan bahwa dirinya selaku komisaris utama sudah banyak melayangkan surat teguran kepada mantan direksi PT Sumekar.
“Sudah ada surat teguran tapi tidak diindahkan,” ujarnya.
Disinggung soal hasil rapat umum pemegang saham (RUPS) luar biasa yang menghasilkan keputusan pengakuan piutang secara tanggung renteng oleh dua mantan petinggi PT Sumekar atas kerugian keuangan negara akibat dari pengadaan dua kapal dan docking tersebut.
Tayyib terkesan enggan memberikan penjelasan panjang lebar kepada awak media dengan dalih keputusan RUPS tersebut merupakan keputusan bersama bukan keputusan person.
Namun dirinya menegaskan bahwa keputusan RUPS tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
“Kita sepakat semua. Aturannya kan memang ditanggung renteng kalau terjadi kerugian materil. Kalau tidak ada pertanggungjawaban (pengakuan utang-red) dari mantan direksi PT Sumekar pada waktu itu akan kita gugat mereka,” tandasnya.