Sumenep | Demarkasi.co – Dana Hibah dengan Pagu akumulatif 17,5 Milyar rupiah yang mengalir ke 12 pokmas di kabupaten Sumenep, Jawa Timur, rupanya tak henti-hentinya disorot Lembaga Bantuan Hukum Forum Rakyat pembela Keadilan dan Orang-Orang Tertindas (LBH FORpKOT).
Sorotan pada Program yang menghabiskan uang rakyat kabupaten Sumenep ini lantaran diduga dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan RAB dan terkesan dikerjakan secara ugal-ugalan oleh para pelaku pokmas di beberapa kecamatan di Sumenep.
Sehingga kata Herman Wahyudi, SH., Pihaknya sudah menyiapkan surat laporan ke Polda Jawa Timur (Jatim) dan surat permintaan untuk dilakukan proses audit investigatif ke Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) karena LBH FORpKOT mencium aroma kongkalikong dalam pelaksanaan proyek berdana besar tersebut.
Selain itu pria yang pantang menyerah ini mengaku, jika dalam pelaksanaannya proyek Milyaran rupiah tersebut kuat dugaan terdapat unsur Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) secara berjamaah.
“LBH FORpKOT sudah siapkan pelaporan ke Polda Jatim dan Surat permintaan audit investigatif ke BPK RI, Karena diduga kuat ada tipikor dan tak sesuai RAB,” kata Herman saat dimintai keterangan media ini. Rabu, 23 Maret 2022.
Diberitakan sebelumnya bahwa tidak hanya soal besarnya anggaran yang menarik perhatian publik, ternyata fisik yang berbeda-beda juga menimbulkan tanda tanya besar baik di kalangan warga desa penerima manfaat pun di kalangan aktivis dan praktisi hukum juga ramai diperdebatkan.
LBH FORpKOT melalui koordinator bidang investigasi lapangan, Holidi, S.Pd, menyampaikan bahwa berdasarkan penelusuran pihaknya di lapangan telah ditemukan kegiatan fisik berupa Tangki septik yang berbeda-beda, mulai dari ukuran, volume dan juga bentuk kegiatan tersebut.
“Ada yang menggunakan Tangki septik ada pula yang menggunakan kolong, ada yang diplaster dan ada juga yang belum, parahnya lagi ada yang masih belum selesai,” ungkap Holidi saat dimintai keterangan media ini.
Pada tahun 2021 yang lalu sejumlah desa di Sumenep melalui Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman dan Cipta Karya Kabupaten Sumenep telah menggelontorkan Dana bantuan sosial (Bansos) uang atau dana hibah yang jumlahnya cukup fantastik hingga mencapai 17 Milyar lebih.
Dana besar itu rupanya mengalir ke Kelompok Masyarakat (Pokmas), namun kuat dugaan dana sosial tersebut dijadikan Bancakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Berdasarkan hasil penelusuran media ini, realisasi dana hibah atau bansos uang yang diperuntukkan untuk program pengelolaan pengembangan air limbah dan program pengembangan sistem pengelolaan persampahan nasional tersebut diduga asal-asalan dan tak sesuai dengan perencanaan atau spesifikasinya.
Lembaga Bantuan Hukum Forum Rakyat pembela Keadilan dan Orang-Orang Tertindas (LBH FORpKOT) kabupaten Sumenep mencium aroma kongkalikong, pihaknya menduga ada permainan besar dibalik besarnya anggaran yang turun ke sejumlah Pokmas yang notabene dikelola langsung oleh kepala desa di beberapa kecamatan masing-masing.
Ketua LBH FORpKOT, Herman Wahyudi. SH., menyampaikan, dana hibah di bawah naungan Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Sumenep yang telah disalurkan kepada puluhan Pokmas yang tersebar di beberapa Kecamatan tersebut bukan hanya sekedar persoalan pekerjaannya yang diduga asal jadi. Namun, penempatan lokasi kegiatannya juga diduga kuat tidak sesuai dengan perencanaan awal atau dipindahkan.
Parahnya lagi, kata pria yang akrab disapa Herman itu, temuan tim investigasi LBH FORpKOT di lapangan, para penerima manfaat diduga menerima dana hibah tersebut tidak utuh.
“Jadi selain pekerjaannya diduga asal jadi, temuan kami di lapangan juga ada indikasi pemotongan dana hingga mencapai kurang lebih 200 juta rupiah per-kelompok,” kata Herman Wahyudi, kepada media ini. Minggu, 27 Februari 2022.
Selain itu, lanjut Herman, ada keterangan dari beberapa Ketua Pokmas yang mangaku hanya diminta tanda tangan oleh oknum Kepala Desa (Kades). Mereka mengaku tidak tahu prosesnya karena hanya tanda tangan untuk mencairkan dana bansos tersebut.
“Setelah dananya cair, kemudian dana tersebut dipegang oleh oknum Kades dan yang mengatur semuanya adalah oknum Kades tersebut,” ujarnya.
Lebih jauh pria yang dikenal pegiat anti korupsi itu memaparkan, bahwa hasil analisa sementara LBH FORpKOT, persoalan dana bansos/hibah yang mencapai 17,5 Milyar tersebut ditemukan adanya kerugian keuangan negara hingga mencapai Milyaran rupiah.
“Untuk taksiran sementara kami, kerugian negaranya kurang lebih mencapai 2,5 M rupiah. Namun untuk kepastiannya, kita masih menunggu hasil resmi dari pihak yang berwenang,” tandasnya.