Sumenep | Demarkasi.co – Pada tahun 2021 yang lalu sejumlah desa di Sumenep melalui Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman dan Cipta Karya Kabupaten Sumenep telah menggelontorkan Dana bantuan sosial (Bansos) uang atau dana hibah yang jumlahnya cukup fantastik hingga mencapai 17 Milyar lebih.
Dana besar itu rupanya mengalir ke Kelompok Masyarakat (Pokmas), namun kuat dugaan dana sosial tersebut dijadikan bancaan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Berdasarkan hasil penelusuran media ini, realisasi dana hibah atau bansos uang yang diperuntukkan untuk program pengelolaan pengembangan air limbah dan program pengembangan sistem pengelolaan persampahan nasional tersebut diduga asal-asalan dan tak sesuai dengan perencanaan atau spesifikasinya.
Lembaga Bantuan Hukum Forum Rakyat pembela Keadilan dan Orang-Orang Tertindas (LBH FORpKOT) kabupaten Sumenep mencium aroma kongkalikong, pihaknya menduga ada permainan besar dibalik besarnya anggaran yang turun ke sejumlah Pokmas yang notabene dikelola langsung oleh kepala desa di beberapa kecamatan masing-masing.
Ketua LBH FORpKOT, Herman Wahyudi. SH., menyampaikan, dana hibah di bawah naungan Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Sumenep yang telah disalurkan kepada puluhan Pokmas yang tersebar di beberapa Kecamatan tersebut bukan hanya sekedar persoalan pekerjaannya yang diduga asal jadi. Namun, penempatan lokasi kegiatannya juga diduga kuat tidak sesuai dengan perencanaan awal atau dipindahkan.
Parahnya lagi, kata pria yang akrab disapa Herman itu, temuan tim investigasi LBH FORpKOT di lapangan, para penerima manfaat diduga meneriman dana hibah tersebut tidak utuh.
“Jadi selain pekerjaannya diduga asal jadi, temuan kami di lapangan juga ada indikasi pemotongan dana hingga mencapai kurang lebih 200 juta rupiah per-kelompok,” kata Herman Wahyudi, kepada media ini. Minggu, 27 Februari 2022.
Selain itu, lanjut Herman, ada keterangan dari beberapa Ketua Pokmas yang mangaku hanya diminta tanda tangan oleh oknum Kepala Desa (Kades). Mereka mengaku tidak tahu prosesnya karena hanya tanda tangan untuk mencairkan dana bansos tersebut.
“Setelah dananya cair, kemudian dana tersebut dipegang oleh oknum Kades dan yang mengatur semuanya adalah oknum Kades tersebut,” ujarnya.
Lebih jauh pria yang dikenal pegiat anti korupsi itu memaparkan, bahwa hasil analisa sementara LBH FORpKOT, persoalan dana bansos/hibah yang mencapai 17,5 Milyar tersebut ditemukan adanya kerugian keuangan negara hingga mencapai Milyaran rupiah.
“Untuk taksiran sementara kami, kerugian negaranya kurang lebih mencapai 2,5 M rupiah. Namun untuk kepastiannya, kita masih menunggu hasil resmi dari pihak yang berwenang,” tandasnya.