Kuasa Hukum PWPS Sebut Pasal 263 Yang Disangkakan Kepada Kliennya Prematur, Ketua LBH FORpKOT Minta Buktikan Di Persidangan

Kuasa Hukum PWPS Sebut Pasal 263 Yang Disangkakan Kepada Kliennya Prematur, Ketua LBH FORpKOT Minta Buktikan Di Persidangan

Sumenep | Demarkasi.co – Proses hukum kasus dugaan 263 yang menyeret Ketua Perkumpulan Wakaf Panembahan Sumolo (PWPS) Sumenep semakin mendapat atensi dari publik di Kota Keris.

Hal itu lantaran beredar sebuah berita yang diterbitkan oleh salah satu media online dimana lawyer dari Ketua PWPS Sumenep mengaku telah berkirim surat kepada Kapolres Sumenep agar pemeriksaan terhadap kliennya selaku terlapor untuk ditunda.

Pasalnya, kuasa hukum dari Ketua PWPS, Jakfar Faruk Abdillah, menilai pasal 263 KUHP yang disangkakan kepada kliennya prematur.

Kami siap berdebat bagaimana menggunakan pasal itu berdasarkan fakta hukum yang ada. Sebab Pasal 263 KUHP (Dugaan membuat surat palsu atau memalsukan) tidak bisa berdiri sendiri, harus didukung oleh alat bukti lain yang saling menguatkan berdasarkan KUHAP,“ ucap Faruk sebagaimana dikutip dari laman media bangsaonline.com, Senin (3/10/2022).

Menyikapi hal tersebut, Herman Wahyudi, SH., Ketua Lembaga Bantuan Hukum Forum Rakyat Pembela Keadilan dan Orang-Orang Tertindas (LBH FORpKOT) selaku pelapor menyebut alasan dari pihak terlapor untuk meminta penundaan pemeriksaan tidak dapat dimaklumi.

Bahkan menurut pria yang akrab disapa Herman tersebut, justru penilaian dari kuasa hukum terlapor yang terlalu dini alias prematur. Sebab, kasus yang dirinya laporkan saat ini masih tahap proses penyelidikan.

Pertanyaannya sekarang begini. Jika memang pihak terlapor dan kuasa hukumnya ini sudah yakin penerapan pasal dalam kasus yang kami laporkan itu prematur, kenapa tidak menempuh jalur hukum,” kata Herman, Rabu (05/10).

Seharusnya, kata Herman, kalau memang sudah yakin mereka mengambil langkah-langkah hukum. Misalnya melaporkan aparat penegak hukum terkait ke Propam atas dugaan tidak profesional dalam menerima laporan dari masyarakat atas kliennya atau jalur hukum lainnya. Bukan justru malah mengajak untuk berdebat.

Jadi bilang ke faruk percuma berdebat. karena ini bukan forum perdebatan, ini ranah hukum yang harus dibuktikan di depan Persidangan. Bukti permulaan itu sudah ada dan saya kira sudah cukup. Tinggal nanti pada proses penyelidikan dan penyidikan, silahkan ikuti prosesnya. Bukan malah melakukan “Blamming the Victim,” tambahnya.

Pengacara muda PERADI ini pun mengurai alasan-alasan yang dapat digunakan dalam hal pengajuan permintaan penundaan pemeriksaan terhadap penyelidik.

Karena menurutnya, memohon penundaan pemeriksaan itu sah-sah saja. Tapi harus ada alasan yang jelas. Misalnya, terlapor dalam kondisi sakit, ada pihak keluarga yang meninggal dunia atau ada keperluan yang tidak dapat ditinggalkan.

Jika alasannya karena penerapan pasal dalam kasus ini dinilai prematur, itu bukan sebuah alasan yang jelas, justru hal tersebut terindikasi ingin menghalangi-halangi proses hukum atas kasus yang kami laporkan,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, Herman meminta kepada Kapolres Sumenep maupun terhadap penyelidik agar berhati-hati dalam memutuskan permintaan penundaan pemeriksaan yang diajukan oleh kuasa hukum terlapor.

Jika alasannya tidak jelas, kami dari LBH FORpKOT selaku pelapor meminta kepada penyelidik untuk tetap melanjutkan proses pemeriksaan sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan,” tegasnya.

Sementara Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti, SH., saat dikonfirmasi melalui aplikasi chat WhatsApp, belum bisa memberikan keterangan secara resmi soal permohonan penundaan pemeriksaan yang dilayangkan oleh pengacara RB Ahmad Hasanudin.

Ia menyampaikan jika dirinya masih ingin konfirmasi kepada Kasat Reskrim Polres Sumenep.

Saya konfirmasi dulu sama Kasat Reskrim,” ucapnya, Rabu (05-10)

Untuk diketahui bersama, berdasarkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) ke 3 yang dikirimkan oleh penyidik Sat Reskrim Polres Sumenep kepada pelapor tanggal 05 Oktober 2022 menyampaikan bahwa RB, Ahmad Hasanudin (terlapor) selaku ketua PWPS telah 2 kali mendapatkan surat panggilan.

Namun, pada panggilan pertama pada tanggal 30 September 2022 kemarin terlapor tidak memenuhi panggilan dari polisi.

Sehingga penyelidik Sat Reskrim Polres Sumenep kembali melayangkan surat panggilan ke-2 kepada terlapor untuk menghadap kepada penyelidik pada tanggal 11 Oktober 2022 mendatang.