Sumenep | Demarkasi.co – Lembaga Bantuan Hukum Forum Rakyat Pembela Keadilan dan Orang-Orang Tertindas (LBH FORpKOT) mulai angkat suara terkait proyek rehabilitasi Kali Marengan yang tidak dilengkapi dengan papan Informasi atau papan nama.
Menurut Ketua LBH FORpKOT Herman Wahyudi, S.H., berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, proyek yang ada di Kali Marengan ini telah sengaja mencederai hak publik.
“Dengan tidak adanya papan informasi atau papan nama dalam kegiatan proyek rehabilitasi kali marengan ini, maka patut diduga ada hak konstitusional publik yang dicederai oleh Badan Publik,” kata Herman Wahyudi, S.H, Sabtu (15/10/2022).
Karena menurut pria yang aktif melakukan pendampingan hukum ini, dalam UU KIP Pasal 1 butir 3 tegas menyebutkan bahwa Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau organisasi non pemerintah.
Lanjut nahkoda LBH FORpKOT, sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri.
“Sementara kegiatan proyek rehabilitasi kali marengan yang berlokasi di Jalan Slamet Riadi Pabian Kecamatan Kota ini tentunya leading sektornya adalah salah satu badan publik atau salah satu instansi pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Sumenep yang kemungkinan juga sumber dananya dari negara,” ujarnya.
Lebih lanjut Herman mengatakan UU KIP juga mengamanatkan, setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas Informasi Publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut untuk masyarakat luas.Â
Sementara kata Herman, Lingkup Badan Publik dalam Undang- undang ini meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, serta penyelenggara negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Mencakup pula organisasi non pemerintah, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya yang mengelola atau menggunakan dana yang sebagian atau seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau luar negeri. Melalui mekanisme dan pelaksanaan prinsip keterbukaan, akan tercipta kepemerintahan yang baik dan peran serta masyarakat yang transparan dan akuntabilitas yang tinggi sebagai salah satu prasyarat untuk mewujudkan demokrasi yang hakiki.
Herman juga menegaskan, Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan, tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta, Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 5.000.000 (Lima juta rupiah).
“Hal ini termaktub di dalam ketentuan UU KIP Pasal 52,” kata Advocat muda ini.
“Hemat kami dengan tidak adanya papan informasi atau papan nama pada kegiatan proyek rehabilitasi kali marengan ini, patut diduga Badan Publik atau Instansi terkait mengabaikan UU KIP. Dan ini potensi pidana,” imbuhnya.
Di sisi lain, kata dia, selain UU KIP. Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung (Permen PU 29/2006) dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 12/PRT/M/2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan (Permen PU 12/2014).
Dikatakan Herman, tentunya Perpres Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) merupakan bagian dari usaha penyelenggaraan pemerintah yang menjunjung keterbukaan, transparansi, akuntabilitas dan persaingan yang sehat. Hal ini tentunya juga untuk mencapai penyelenggaraan pemerintah yang bersih dan didukung dengan pengelolaan keuangan yang efektif, efisien, dan akuntabel.
“Dari itu dengan tidak adanya papan informasi atau papan nama pada kegiatan proyek rehabilitasi Kali Marengan, maka publik juga mempertanyakan keseriusan Pemerintah Kabupaten dalam mengimplementasi peraturan tersebut?,” tutup Herman.