Sumenep | Demarkasi.co – Soal dugaan malpraktek terhadap pasien We (Inisial) warga Desa Aengdake, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, semakin terang-benderang.
Ihwal dugaan malpraktek yang terjadi pada pasien atas nama We, kini pihak keluarga mulai mengungkap fakta baru pasca pasien yang diduga menjadi korban “Kelinci Percobaan” tersebut dirujuk ke Rumah Sakit dokter Soetomo Surabaya.
Disampaikan Bambang Hodawi, S.H., M.H, adik dari pasien We mengungkapkan bahwa saudaranya kemarin sudah dilakukan tindakan operasi.
“Dan alhamdulillah tadi malam Jam 19.00 wib baru sadar dan hari ini dalam keadaan baik-baik saja,” kata Bambang pada media ini. Kamis (20/10/2022).Â
Hal itu diungkapkan Bambang berdasarkan informasi yang dia terima dari para ponakannya yang sedang menemani pasien di Surabaya.
Parahnya kata Advocat senior ini, setelah dilakukan operasi oleh dokter, ternyata dua tindakan medis yang dilakukan oleh dokter yang selama ini menangani di kabupaten Sumenep, baik tindakan operasi pertama dan operasi yang kedua kondisi usus pasien atas nama We tetap utuh.
“Nah kenyataannya setelah di operasi di Surabaya baru dilakukan pemotongan terhadap usus yang bermasalah tersebut dan mulai kemarin hingga hari ini Alhamdulillah sehat-sehat itu,” imbuhnya.
Lebih lanjut Bambang menuturkan, perlakuan terhadap pasien sangat berbeda. di rumah sakit di Surabaya kata Bambang, sebelum dilakukan tindakan operasi justru malah tidak seperti di Sumenep, kalau di Sumenep kata dia pasien disuruh puasa dan sebagainya. Sedangkan di Rumah Sakit malah disuruh minum air 1 liter sebelum dilakukan operasi.Â
“Disuruh minum air 1 liter seperti itu. Ndak ada istilahnya klaim ini, jantungnya, ini usianya sudah 65, ini ginjalnya, tidak ada,” ujarnya.
Melihat fenomena yang tidak wajar dari tindakan medik yang dilakukan oleh oknum dokter spesialis tersebut Herman Wahyudi, SH, mulai angkat bicara soal dugaan malpraktek yang terjadi pada keluarga salah satu pengacara senior ini.
Herman menyampaikan jika pihak pengacara korban yang sekaligus saudara pasien sudah mendapatkan SECOND OPINION dari RSUD Dr. SOETOMO Surabaya, yang sekaligus hal ini kata Ketua LBH FORpKOT akan menjadi bukti tambahan adanya dugaan bahwa telah terjadinya Malpraktek yang dilakukan oleh dr. A (Inisial)
“Jika sudah ada Second Opinion dari RSUD DR. Soetomo Surabaya, ini akan menjadi bukti tambahan yang memperkuat dugaan telah terjadinya malpraktek medik oleh Dr. A itu. Dan ini patut diduga tidak hanya melangggar kode etik tetapi kuat dugaan masuk ranah pidana juga,” tutup Herman.