Sumenep | Demarkasi.co – Perihal dilepasnya dua tahanan asal Provinsi Gorontalo yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan di rumah tahanan (Rutan) klas II B dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi kapal gaib PT Sumekar Line kabupaten Sumenep pada tahun 2019 silam, rupanya memantik reaksi publik kabupaten berjuluk kota keris.
Tak tanggung-tanggung reaksi pedas pun muncul dari kalangan praktisi hukum, salah satunya Syaiful Bahri, dimana kabar dilepasnya pasangan suami isteri (Pasutri) asal Provinsi Gorontalo yang telah dibenarkan kasi Intel kejaksaan negeri (Kejari) Sumenep, Mochammad Indra Subrata tersebut dianggap praktisi hukum sebagai hal lucu.
Menurut Ipung sapaan akrab Syaiful Bahri, dalam kasus itu kejaksaan negeri Sumenep tidak memberikan penjelasan secara detail, justeru Kejari Sumenep menjelaskan secara normatif.
Padahal kata Ipung, jika berdasarkan penjelasan dari kejari Sumenep tentang penangguhan penahanan kedua pasutri asal Gorontalo tersebut salah satu yang menjadi pertimbangannya adalah kedua tersangka mempunyai surat keterangan sakit.
Sehingga, praktisi hukum asal Sumenep ini menilai lucu. sebab, jika penangguhan itu dikabulkan, bagaimana para tersangka tersebut bisa kooperatif, sementara kata Ipung, pada pasal 31 KUHAP menyatakan bahwa penerima penangguhan dengan syarat yang ditentukan.
“Nah, disini lucunya, bagaimana bisa kooperatif, jika penangguhan penahanannya dikabulkan. sementara pada pasal 31 KUHP menyaratkan penerima penangguhan dengan syarat yang ditentukan,” kata Syaiful Bahri pada awak media. Selasa (25/7/2023).
Yang dimaksud syarat yang ditentukan lanjut praktisi hukum Syaiful Bahri, adalah;
1. Wajib lapor. Terdakwa atau tersangka diwajibkan untuk melapor. Frekuensi melapor ini bisa berbeda-beda, bisa setiap hari, satu kali dalam tiga hari, satu kali seminggu dan lainnya.
2. Tidak keluar rumah. Terdakwa atau tersangka harus tetap tinggal di rumahnya selama masa penangguhan penahanan. Hal ini bertujuan untuk menghindari segala sesuatu yang dapat mempersulit penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan.
3. keluar kota. Terdakwa atau tersangka tidak boleh keluar kota karena mereka diwajibkan untuk melapor pada waktu yang ditentukan.
Sayangnya kata Ipung kedua tersangka ini berdomisili di luar kabupaten Sumenep tepatnya di Provinsi Gorontalo, bagaimana bisa jika dalam keadaan sakit tersangka tersebut harus tiga kali dalam seminggu bolak-balik dari Provinsi Gorontalo ke kabupaten Sumenep.
“Tetapi, Apabila frekuensi wajib lapornya demikian. Karenanya perlu juga ditanyakan kepada kejaksaan sumenep. Terkait frekuensi wajib lapornya, Atau ada teknis lain ya wallahua’lam..!,” tegas Ipung seraya mengakhiri pertanyaan awak media.
Sementara, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Sumenep Mochammad Indra Subrata dimintai keterangan melalui sambungan WhatsApp belum memberikan respon.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya bahwa pasangan suami isteri asal provinsi Gorontalo yang ditetapkan tersangka dan sempat ditahan kejaksaan negeri (Kejari) Sumenep di rumah tahanan (Rutan) klas II B kabupaten setempat akibat tersandung kasus korupsi kapal gaib PT Sumekar Line nampaknya mulai menjadi perbincangan di kalangan publik.
Sebab, kedua tersangka berinisial HM (66) dan SK (59) tersebut dikabarkan telah dilepas dari rutan sejak bulan Juni 2023 lalu oleh Kejari Sumenep.
Ihwal dilepasnya pasutri asal provinsi Gorontalo ini rupanya dibenarkan oleh Mochammad Indra Subrata, kasi Intel Kejari tersebut menyatakan dua tersangka dugaan kasus pembelian kapal gaib di tubuh PT Sumekar Line yang dititipkan di Rutan kelas II B Sumenep telah dilepas.
“Banar mas, dan sudah dikasih steatment sama kasi pidsus ke teman-teman media pada saat tahap 2 (dua) perkara gedung dinkes Kabupaten Sumenep,” Kata Indra saat dihubungi media melalui sambungan WhatsApp. Jumat (21/7/2023).
Menurutnya, kedua tersangka dugaan kasus korupsi pembelian kapal gaib itu dilepas karena ada surat permohonan penangguhan penahanan dan ada penjamin dari kuasa hukum, keluarga, serta ada surat keterangan dokter spesialis yang menyatakan bahwa kedua tersangka sedang sakit, dan ada itikad baik terhadap pengembalian kerugian keuangan negara sejumlah 2,680.000.000,-.
Disinggung soal kasus tindak pidana korupsi yang apabila seseorang sudah ditetapkan sebagai tersangka kemudian beritikad baik mengembalikan uang yang dikorupsi bisa bebas karena ada jaminan.
“Saya rasa penjelasan pasal 31 ayat (1) KUHAP sudah jelas mas, mengenai penangguhan penahanan, statusnya ditangguhkan penahanannya,” papar Indra.
Sementara, dikutip dari pemberitaan Media Memoonline.id kepala kejaksaan negeri (Kajari) Sumenep penetapan dan penahanan terhadap dua orang itu dilakukan, karena keduanya diketahui menerima aliran dana pembelian kapal oleh PT Sumekar tahun 2019 silam sebanyak 2 miliar lebih.
“Keduanya ini merupakan pasangan suami istri, dimana uang untuk pembelian kapal sudah diterima atau masuk ke rekening PT Fajar Indah Lines yang saat itu transaksinya dilakukan oleh AS yang saat ini sudah menjadi terdakwa, dan AZ yang sudah kita lakukan pemanggilan sebanyak dua kali tapi belum hadir,” ungkap Kajari.
Sedangkan penahanan terhadap HM dan SK dilakukan Kejari, karena dalam transaksi pembelian kapal itu tidak ada wujudnya (Gaib), termasuk uang yang sudah dibayarkan juga tidak dikembalikan, sehingga penyidik menyimpulkan adanya kerugian negara.
“Terhitung hari ini Rabu 14 Juni dua tersangka dilakukan penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Klas IIB Sumenep, untuk mempertanggungjawabkan,” tuturnya.
Dikatakan Kajari Trimo, penahanan kedua tersangka oleh penyidik dengan alasan untuk menghindari keduanya melarikan diri atau kabur, dan dengan dasar mempercepat kepastian hukum agar lebih jelas, dan tidak menghilangkan alat bukti.
“Dua tersangka ini oleh penyidik disangkakan pasal 2 ayat 1 undang undang pemberantasan tindak pidana korupsi, undang-undang nomor 31 tahun 1999, jo undang-undang no 20 th 2001 dengan ancaman 5 tahun penjara.” terangnya.