Sumenep | Demarkasi.co – Bantuan Langsung Tunai yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang selanjutnya disebut BLT DBHCHT adalah bantuan berupa uang yang diberikan kepada individu/masyarakat yang berprofesi sebagai buruh tani tembakau dan/atau buruh pabrik rokok yang bersumber dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.
BLT DBHCHT yang dikelola pemerintah kabupaten Sumenep melalui Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, sebagai dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) dengan jumlah yang cukup fantastik yaitu senilai Rp. 8,3 miliar.
Disampaikan Ahmad Zulkarnain, kepala Dinsos P3A kabupaten Sumenep, ada 9.000 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang masing-masing KPM akan mendapatkan uang sejumlah Rp. 900.000.
“Dana miliaran Rupiah itu akan diberikan kepada 9.000 Keluarga Penerima Manfaat (KPM),” kata Kepala Dinsos P3A Kabupaten Sumenep, Ahmad Zulkarnain.
Sayang, program mulia tersebut ternodai akibat ulah oknum yang tidak bertanggung jawab seperti halnya yang terjadi di desa Montorna, kecamatan Pasongsongan, kabupaten Sumenep, Jawa Timur, dimana salah satu perangkat desa setempat diduga kuat telah melakukan pemotongan dana DBHCHT tersebut.
Menurut penuturan warga yang identitasnya enggan dipublis media ini membeberkan, jika salah satu oknum perangkat di desa Montorna memungut uang sebesar Rp. 200.000 dari masing-masing KPM DBHCHT.
Praktik haram ini benar-benar telah membuat masyarakat desa Montorna kebingungan karena menurutnya dana Rp. 200.000 yang dipungut dari KPM DBHCHT ini tidak jelas peruntukannya.
“Du’uman se berik (DBHCHT – red) pas mintah gen duratosan, pas egebeyyeh apah,” (Bantuan dana DBHCHT yang kemarin itu dimintai uang Rp. 200.000, lantas untuk apa). Kata warga setempat kepada media ini. Senin malam, 26 Desember 2022.
Sementara pihak terduga pelaku berinisial AR saat dihubungi media ini mengilak jika dirinya bukanlah sebagai perangkat desa Montorna seperti yang disampaikan oleh warga setempat.
Padahal, berdasarkan sejumlah pengakuan dari masyarakat desa Montorna, AR ini merupakan Petugas Registrasi Desa Montorna yang diduga menjadi otak terjadinya praktik pungli dengan jumlah yang cukup besar hingga mencapai Rp. 200.000 per-KPM.
“Aku bukan perangkat desa mas….maaf mungkin mas slh salah sambung, Bukan mas,” singkat AR saat dihubungi media ini. Senin malam (26/12).
Saat kembali dicecar dengan berbagai pertanyaan yang menyangkut dugaan keterlibatan dirinya dalam praktik haram tersebut, AR terkesan menghindar dari konfirmasi media ini, bahkan dirinya tidak menjawab telepon meskipun terlihat aktif.
Sementara sampai berita ini terbit belum ada tanggapan dari pihak kepala desa Montorna, Kecamatan Pasongsongan, Kabupaten Sumenep.