Parah, Hutan Mangrove Dua Desa di Sumenep Mati, Pemerhati Kebijakan: Akibat Dari Pembuangan Limbah Tambak Udang

Parah, Hutan Mangrove Dua Desa di Sumenep Mati, Pemerhati Kebijakan: Akibat Dari Pembuangan Limbah Tambak Udang

Sumenep | Demarkasi.co – Keberadaan ratusan tambak udang ilegal di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, rupanya benar-benar mengancam terhadap ekosistem alam di kabupaten dengan tempat wisata yang cukup menjanjikan di mata dunia.

Akhir-akhir ini sejumlah hutan magrove yang berlokasi di pesisir pantai Desa Kebundadap dan Tanjung, Kecamatan Saronggi saat ini mulai mengering dan mati.

Hutan mangrove tersebut rusak diduga disebabkan air limbah beracun yang dihasilkan dari tambak udang setempat yang dibuang langsung ke laut.

Fenomena rusaknya hutan mangrove di pesisir pantai Kecamatan Saronggi yang mulai mati tersebut viral di beberapa Group WhatsApp (WAG) yang ada di Kabupaten berlambang kuda terbang ini.

Salah satu pemerhati kebijakan pemerintah, Ferry saputra, saat dikonfirmasi oleh media lewat aplikasi WhatsAppnya atas postingannya tersebut menuturkan bahwa dirinya menemukan keberadaan ekosistem Hutan Mangrove yang mulai rusak yang diduga akibat dari pembuangan limbah Tambak udang yang berada disekitar bibir pantai setempat.

Ekosistem di sisi selatan pantai kota Sumenep, tepatnya di perbatasan desa Kebundadap timur dan desa tanjung berupa rusaknya hutan mangrove,” ujarnya, Selasa malam (05 Juli 2022).

Kata pria yang akrab disapa Fery ini, banyak tanaman rumpun mangrove yang kering dan mati akibat pembuangan limbah tambak udang langsung ke laut.

Hal ini sekaligus membuktikan bahwa kinerja tim yang dibentuk oleh bupati tidak serius untuk menangani dampak lanjutan dari bisnis tambak udang ini,” tambahnya.

Menurutnya, seharusnya mereka (Tim Terpadu Pengawasan dan Penertiban Perizinan) ini tidak hanya fokus ke legalitas tambaknya.

Tapi yang jauh lebih penting adalah pencegahan dan mengatasi akibat hadirnya tambak udang bagi lingkungan disekitarnya,” tegas fery.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah kalangan mulai dari masyarakat bawah, aktivis muda, LSM/NGO serta lembaga bantuan hukum di Kabupaten Sumenep saat ini mulai menunjukkan mosi tidak percaya terhadap TTP3 Sumenep.

Hal tersebut lantaran tim lintas sektoral besutan Bupati Sumenep tersebut tak kunjung memberikan signal penyelesaian terkait persoalan tambak udang ilegal yang telah menggurita di Kabupaten berlambang kuda terbang ini.

Seperti halnya yang ditunjukkan oleh Lembaga Bantuan Hukum Forum Rakyat Pembela Keadilan dan Orang-Orang Tertindas (LBH FORpKOT) Sumenep.

Dimana pada hari Kamis (23/06) kemarin, lembaga yang bergerak di bidang advocating tersebut melayangkan surat permohonan data ratusan tambak udang ilegal di Kota Keris ini kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Sumenep.

Ketua LBH FORpKOT, Herman Wahyudi, SH, mengatakan bahwa permohonan data tersebut dilakukan dalam rangka menindak lanjuti hasil audiensi dengan Tim Terpadu Pengawasan dan Penertiban Perizinan (TTP3) Sumenep pada hari Senin (13/06) kemarin.

Pada saat audiensi kita meminta data ratusan tambak ilegal kepada TTP3. Dan pak Kheru Ahmadi selaku utusan dari Dinas Perikanan mengarahkan kepada kita untuk melalui PPID,” kata Herman Wahyudi, Jum’at (24/06).

Arahan dari TTP3 Sumenep ini, kata Herman biasa dikenal, tujuannya agar kita itu taat terhadap prosedur atau aturan yang ada.

Tentunya kita sebagai orang yang sedikit faham tentang hukum akan mengikuti aturan yang sudah ditetapkan,” tambahnya.

Saat disinggung apa tujuan LBH FORpKOT sampai melayangkan surat permohonan data ratusan tambak ilegal ke PPID Sumenep?

Pria yang dikenal sebagai pegiat anti korupsi ini mengaku bahwa tujuannya sudah ia sampaikan saat audiensi dengan TTP3 Sumenep.

Tujuan kita sudah disampaikan saat audiensi kemarin. Setelah kita mendapatkan data tersebut kita akan membawa persoalan tambak udang ilegal ini ke ranah hukum,” jelasnya.

Menurut Herman, aparat penegak hukum (APH) juga punya wewenang untuk masuk dalam mengatasi persoalan keberadaan ratusan tambak udang ilegal di Sumenep.

Para pelaku usaha tambak ilegal tersebut bisa dijerat dengan UU No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” imbuhnya.