Oleh Fauzi AS
Sumenep | Demarkasi.co – Kebakaran hampir terjadi, sumbu-sumbu kecil terurai dari berbagai arah yang tak terduga, mengacaukan persepsi publik, mereka terus bertanya siapa pemantik korek api yang sebenarnya.
Kini asapnya membubung tinggi, hitam pekat terlihat gelap. Kepulannya menciptakan kegaduhan.
Memang api belum melahap barang-barang berharga, jika ini dibiarkan potensi menyambar penjilat istana.
Mas Day, sang pemantik korek api pinjaman teman disebelahnya, dialah penyebab kebakaran ini terjadi.
Komentar-komentarnya di dalam Group ADV sarat misteri, banyak yang bertanya melalui telp dan WA, tentang komentar Mas Day yang menghubungkan saya dengan *Canteng Koneng,* Brandnya yang terkenal membuat orang yang kenal saya bertanya-tanya.
“Temmo Andik Saham Ecanteng Koneng Pessena Sapa”
Begitu salah satu komentar dia, apa yang terlontar dari Mas Day ini ter SS dengan rapi, data digital membuat tubuh sehat mami muda mendadak gatal,
Saya menjawab kepada teman-teman :
Memang benar saya salah-satu pendiri PT. Madura Canteng Koneng, pada Waktu itu. (Perseroannya)
Memang benar didetik akhir saya sempat dilibatkan dalam diskusi tentang pemberdayaan, dan pelatihan batik di Kecamatan Kangayan.
Dari sekian banyak pertanyaan, tidak semua saya jawab.
Saya jadi ingat Tahun 2020 silam, waktu itu saya bermimpi pulang ke kampung.
tapi ini hanya cerpen ala anak desa, dan yang saya ceritakan hanya ingatan dalam mimpi.
Sore itu kebetulan waktu saya lagi senggang, entahlah tiba-tiba pikiran saya menjadi ingat dan rindu sekali mengunjungi tempat itu.
Sungai besar di samping rumah saya, dulu sungai itu arusnya kuat dan dalam, tapi sesaat saya menjadi kaget, ketika saya ketempat itu kok tiba-tiba sudah menjadi dangkal dan airnya sudah hampir mengering, air sudah tidak mengalir lagi, meski masih tetap menjadi tempat mandi anak SD.
Sore itu sudah mendekati Adzan magrib ada dua orang anak kecil datang, dua anak kecil ini saya kenal dia anak tetangga dan teman saya, satu namanya imam, yang satu namanya wahono, mereka ini memang dikenal bandel. ya,,, memang dalam mimpi saya anak ini menjengkelkan.
Mereka juga dikenal bandel dikalangan pemilik-pemilik toko desa, sering memaksa meminta jajan tanpa tanpa bayar dan tanpa sepengetahuan orang tuanya, termasuk toko sepupu sayapun menjadi sasaran dia bernama H.fandi.
Tiba-tiba Wahono kecil menghampiri saya, dengan nada santai dia berujar, Om titip celana dan baju ini, katanya sembari memberikannya ke saya.
Terus terang saya agak kaget dan jengkel, bergumam, anak ini tidak sopan, masak saya suruh memegangi pakaiannya?. “kata saya pada waktu itu.” di dalam mimpi.
namun saya tetap memaklumi begitulah perilaku anak SD kelas lima .
Dan merekapun mandi dengan senangnya meski dengan air yang seadanya.
Beberapa saat kemudian handphone saya berdering, ada telepon masuk.
Ternyata yang telepon Kakak sepupu yang bernama H. Fandi,
“Le’ bada sapeh buruh tampara locot mayu tolongi mighak’ dulian” Red : dek ada sapi kabur talinya lepas bantu tangkepin cepetan. belum sempat bertanya sapi milik siapa dia pun sudah menutup teleponnya.
Tanpa berpikir panjang “dalam mimpi itu” sayapun buru-buru kerumah Mas Fandi, yang lokasinya tidak jauh dari sungai, ternyata sapi itu sudah merusak dan memakan tanaman-tanaman milik tetangga, beruntungnya sudah ada Mas Bambang “Tetangga” yang sudah mengendalikan sapi itu lalu mengikatnya pada sebatang pohon jambu.
Tak berselang lama saya di hampiri mas Yanto sahabat saya orang tua dari Wahono, dia mendekati saya lalu berbisik Le’ kalambina wahono ban imam tagibah kasampean? (Dek baju wahono dan imam terbawa ke sampean?).
Ternyata tanpa terasa baju mereka tetap terjepit di ketiak saya, sayapun jadi merasa bersalah meskipun itu “Hanya dalam mimpi” membiarkan dua anak bandel yang sedang mandi di sungai, dua jam lebih berendam di air yang keruh itu, mereka tidak mungkin bisa mengaji “malu” karena mereka akan telanjang tanpa pakaian.
Di dekat rumah saya memang banyak anak bandel yang lain namun anak bandel yang lain akan saya ulas bersama lanjutan mimpi berikutnya bersambung pada jidi IV.
Biarkan Cerita ini menjadi sampah digital, cukup publik dan Netizen yang menikmati, “Di dalam mimpi pun” saya sudah meminta maaf begitulah konsekuensi pelupa seperti saya.
Pakaian dua orang anak bandel terbawa Sapi yang kabur.
Saya sedikit ingin menanggapi tulisan *Ayam Jago vs Ayam Pedaging* dimana tulisan itu ditulis oleh penulis senior, yaitu oleh “Bang Asmoni” tulisan itu banyak beredar dalam WAG dan Japri,
Saya mendapat WA kiriman Link FB : https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=3164968790392213&id=100006373691587&mibextid=Nif5oz
(Bisa klik Link diatas)
Tulisannya cukup baik, tertata dan penuh makna, saya 9900% dari angka 10.000 yakin bahwa itu benar tulisan Bang Asmoni.
Meski berbeda dengan nama Facebooknya bernama “Asmuni” karena salah ketik itu hal yang lumrah dan biasa saja.
Tapi saya hanya menanggapi bagian ini :
*”Perkara diluar panggung proses hukum litigasi ini kemudian memaksa menyeret pihak-pihak lain yang sebenarnya tak ada sangkut pautnya dengan pokok perkara, contohnya bagaimana kemudian PA dan Hakim juga ditarik-tarik ke dalam kubangan perseteruan tersebut.“*
Memang panggung ini dibuat oleh Sunanto, dan Sunanto menyeret saya untuk naik ke atasnya, sayapun tidak tahu bagaimana cara H.piu naik keatas panggung tiba-tiba sudah ada di sana.
Hemat saya Mas Day ini adalah penyanyi undangan, tapi itu pun hanya prediksi, karena tiba-tiba dia bernyanyi dengan nada sumbang dipanggung yang sama.
Saya hanya usil pada orang yang numpang panggung. Dengan harapan panggung itu menjadi steril dari pemanggung gelap, lalu biarkan saya dan Sunanto menjadi tontonan publik di dalam panggung hukum yang terbuka, tentu untuk menghindari resiko pedihnya mimpi.
Begitulah Politik Korek Api
Meski di dalam persahabatan dan Keegoan terdapat celah untuk saling menguatkan
Kunci pada kata bijak di atas berada pada kata *Saling*
1. Saling menyerang…?
2. Saling membunuh…?
3. Saling memaafkan….?
4. Atau saling menguatkan…?
Silahkan ditentukan dengan tegas, cukup di kirim pesan lewat WA dengan memilih angka.
Orang bijak mengatakan
Lawan Politik, teman dalam Demokrasi.
Lawan Bertinju, teman dalam Olahraga.
Terakhir pesan saya untuk Polres Sumenep saya menunggu tindak lanjut pelaporan sunanto agar publik dan Netizen tidak selalu gaduh dalam pusaran informasi yang belum pasti.
Wassalam dari penikmat “Politik Korek Api”
Tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab sang penulis.