Pengrajin Batik Gigit Jari, Koperasi Diduga Jadi Tameng Meraup Keuntungan Pribadi Oknum Pengusaha

Pengrajin Batik Gigit Jari, Koperasi Diduga Jadi Tameng Meraup Keuntungan Pribadi Oknum Pengusaha

Sumenep | Demarkasi.co – Program pemberdayaan bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) khususnya terhadap pengrajin batik tulis khas daerah Sumenep yang digaungkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, Madura, Jawa Timur, hanya tinggal gigit jari.

Pasalnya, kebijakan Bupati Sumenep yang mewajibkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemkab Sumenep berseragam dinas (PDH) batik khas daerah Sumenep dengan dalih untuk membangkitkan ekonomi para pengrajin batik tulis di Kota Keris ini justru cenderung menguntungkan perorangan.

Sementara nasib pengrajin batik tulis di kabupaten berlambang kuda terbang ini tak ubahnya seperti sapi perah yang diperas keringatnya.

FR (Inisial) salah satu pengrajin batik tulis di Desa Pakandangan Barat terpaksa berhenti memproduksi seragam batik ASN motif “Beddei” lantaran keuntungan yang didapat tak sebanding dengan keringat yang telah dirinya keluarkan.

Ia mengatakan jika dirinya tetap melanjutkan memproduksi seragam batik ASN motif “Beddei” maka yang diuntungkan adalah oknum pengusaha batik ternama di Kota Keris ini.

Kita perpotong hanya dapat keuntungan 17 ribu. Sementara dia (Oknum Pengusaha-red) dapat keuntungan 55 ribu perpotong,” kata FR, Senin (16/01).

FR mengaku jika kain seragam batik ASN yang dirinya produksi dihargai 135 ribu perpotong oleh oknum pengusaha batik.

Sementara harga dari atas itu sudah turun 190 ribu perpotong,” ujarnya.

Padahal kata dia, turunnya harga kain seragam batik ASN motif “Beddei” dari atas sebesar 190 ribu perpotong untuk ASN perempuan dan 250 ribu untuk laki-laki ditambah blankon adalah target dari Bupati supaya penghasilan para pengrajin batik setara UMK perbulan.

Tapi harga 190 dan 250 ribu ini disembunyikan. Pengrajin hanya dikasih tambahan 15 ribu, yang awalnya diharga 120 ribu, dinaikkan 10 ribu menjadi 130 ribu, lalu dinaikkan lagi 5, menjadi 135 ribu. Tapi 5 ribunya dipotong untuk kas KOPERASI,” ungkapnya.

Kata FR, dalam satu pekan dirinya hanya dapat memproduksi kain batik seragam ASN maksimal 10 potong. Sehingga dirinya hanya mendapatkan penghasilan 170 ribu rupiah per-pekan.

Uang 170 ribu mana cukup untuk makan 1 minggu. Ini bukan Pemberdayaan Pada UMKM Tapi Perbudakan,” keluhnya.

Disinggung soal keberadaan KOPERASI yang kabarnya mengakomodir hasil produksi seragam batik ASN dari para pengrajin batik, FR menyebut jika KOPERASI tersebut hanya dijadikan tameng oleh oknum pengusaha batik tersebut, supaya para pengrajin batik tidak menjual ke pihak lain.

KOPERASI ini tidak jalan. Yang membeli seragam batik ASN ke pengrajin DD (Inisial),” jelasnya.

Sementara hingga berita ini dinaikkan belum ada keterangan secara resmi dari pihak terkait.

Awak media belum dapat melakukan konfirmasi kepada Bupati Sumenep maupun kepada DD.