Sumenep | Demarkasi.co – Polemik penggarapan tambak garam di Dusun Tapakerbau, Desa Gresik Putih, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep yang mendapat penolakan dari segelintir warga Desa setempat semakin menyita perhatian publik.
Hal itu lantaran segelintir warga Desa Gresik Putih atau lebih tepatnya sebagian warga Desa Tapakerbau yang bersikukuh menolak penggarapan tambak garam yang akan dilakukan oleh para pemilik SHM tersebut saat ini ditengarai meminta dukungan kepada Pengurus Cabang Nahdatul Ulama’ (PCNU) Kabupaten Sumenep.
Bahkan acara Istighotsah yang digelar di Masjid di Desa Gresik Putih, pada hari Sabtu (27/05) kemarin, dalam siaran persnya dengan tegas Dardiri Zubairi menyebut bahwa acara tersebut merupakan bentuk solidaritas atas perjuangan segelintir warga Desa Gresik Putih dalam hal ini sebagian warga Dusun Tapakerbau yang menolak penggarapan tambak garam tersebut.
Dardiri Zubairi menyebut Istighotsah tersebut dilakukan karena pemerintah kabupaten (Pemkab) Sumenep bergerak lamban menyikapi persoalan penggarapan tambak garam di Desa Gresik Putih.
“Dalam situasi kosong kepemimpinan seperti ini para kyai turun gunung sangat tepat. Mereka sudah selayaknya bersama warga yang sendirian dan didhalimi. Jika ada yang mengatakan dan seolah menyalahkan, kenapa kyai turun gunung. Mereka justru bertanya kenapa Negara diam?,” ungkap A. Dardiri Zubairi, melalui siaran persnya.
Dilain sisi, para Penasehat Hukum (PH) pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) sangat menyayangkan statemen yang dilontarkan oleh Dardiri Zubairi tersebut.
Menurut para PH pemilik SHM mengatakan, seharusnya A. Dardiri Zubairi, selaku tokoh masyarakat Kabupaten Sumenep melihat persoalan penggarapan tambak garam ini secara utuh bukan hanya dari satu sudut pandang saja.
“Para pemilik SHM ini adalah petani garam dan mereka juga adalah warga Nahdliyin juga. Secara hukum mereka punya hak untuk menggarap lahan yang dianggap oleh segelintir warga Desa Tapakerbau itu adalah Laut,” kata ketua Tim PH Pemilik SHM, Herman Wahyudi, SH., Minggu (27/05).
Jika berbicara dampak lingkungan, kata Herman, di samping kiri pemukiman warga Tapakerbau sudah ada bangunan tambak garam. Dan di samping kiri lahan milik kliennya juga sudah ada bangunan tambak garam.
Bahkan, bangunan tambak garam yang sudah beroperasi di samping kiri lahan milik kliennya itu luasnya mencapai belasan hektar.
Parahnya, hasil investigasi dirinya, tambak garam yang sudah terbangun di samping kiri lahan milik kliennya disinyalir hanya 4,5 Hektare yang ada SHM-nya.
“Pertanyaannya, kenapa tambak garam di samping pemukiman warga Tapakerbau dan di samping kiri lahan milik klien kami tidak disoal dampak lingkungannya,” singgungnya.
Berdasarkan paparan di atas, Pengacara Peradi itu menduga penolakan tambak garam oleh segelintir warga Desa Gresik Putih itu tendensius dan dilatar belakangi adanya masalah pribadi atau faktor sakit hati.
“Alasannya, apabila lahan yang akan digarap oleh klien kami dianggap bermasalah, lalu lahan yang sudah terbangun tambak garam di samping kiri lahan milik klien kami dan di samping kiri permukiman warga Dusun Tapakerbau itu dapat darimana? Dan darimana asal usulnya?,” Imbuhnya.
“Pertanyaannya sekarang, yang terdhalimi dalam persoalan ini pihak yang mana? Kelompok Penolak yang diduga ada unsur sakit hati terhadap Kades Gresik Putih atau klien kami,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Syaiful Bahri, AP, SH., yang diketahui salah satu PH para pemilik SHM, menyinggung soal statement A. Dardiri Zubairi, yang menyebut bahwa negara tidak mendukung kelompok penolak tersebut.
Menurutnya, konstitusi negara Indonesia adalah hukum. Jika memang kelompok penolak tersebut merasa didhalimi seharusnya menempuh upaya hukum.
“Perangkat Negara kita ini sudah lengkap. Silakan lakukan upaya hukum. Jangan selalu bermain di opini,” ujarnya.