Sumenep | Demarkasi.co – Tim Terpadu Pengawasan dan Penertiban Perizinan (TTP3) produk bupati Sumenep nampak pesimis, sebab Tim yang terdiri dari beberapa OPD ini menilai langkah penutupan terhadap ratusan tambak udang ilegal di Kabupaten Sumenep belum tentu dapat menyelesaikan masalah.
Padahal praktik menyimpang dari regulasi ini memiliki dampak buruk yang luar biasa. Tidak hanya berpotensi merusak area konservasi gumuk pasir, tetapi memiliki efek negatif terhadap kelestarian ekosistem. Ratusan ton limbah tambak udang ilegal yang terbuang ke semenanjung area pantai di Sumenep tentu menjadi masalah ekologi serius.
Nilai ekonomi tambak udang memang cukup tinggi, tetapi dampak negatif yang ditimbulkannya juga berbahaya. Masalahnya, tambak tak berijin itu tidak memiliki managemen pengelolaan udang budidaya yang sustainable terhadap lingkungan. Karena itu, menjamurnya tambak ilegal tersebut memengaruhi buruknya pendapatan daerah.
Baca Juga: Dari 700 Lebih Ternyata Hampir 80 Persen Petambak Ilegal Merupakan Binaan Dinas Perikanan
Selain itu tambak udang ilegal berdampak pada income nelayan di Kabupaten Sumenep. Bisa dibayangkan, berton-ton limbah tiap tahun dibuang ke lingkungan pesisir. Mencemari sungai, muara, laguna hingga berujung ke pantai daerah Timur Sumenep. Sehingga efeknya akan menciptakan banyak Maritim menganggur.
Anehnya lagi, TTP3 yang menjadi harapan besar bupati agar dapat menjadi solusi terhadap persoalan tambak ilegal di Sumenep ini mengaku kasihan kepada petambak udang ilegal jika usaha tambak udangnya ditutup.
Dr. ABD Rahman, SE, MM., selaku pemimpin jalannya audiensi mengatakan, bahwa pada bulan Mei 2022 kemarin, TTP3 Sumenep sudah melakukan pembinaan dan sosialisasi terhadap 95 pelaku usaha tambak udang ilegal yang sekaligus koordinator yang membawahi 700 petambak udang ilegal tak berizin di Sumenep.
“Tujuannya agar 700 tambak udang tersebut segera menguruz izin. Bahkan disitu ada surat pernyataan jika mereka akan segera mengurus izin. Dan terbukti sudah ada 4 orang yang saat ini mengurus izin,” ujarnya, Senin (13/06).
Bahkan, Kepala DPMPTSP dan Naker Kabupaten Sumenep itu memaparkan, jika pihaknya bersama tim terkait juga sudah merekonstruksikan cara pemanfaatan IPAL Komunal yang bisa dimanfaatkan secara bersama-sama oleh petambak udang untuk pengelolaan limbah yang dihasilkan dari tambak.
”Karena kalo kita lihat, sebagian besar dari 700 tambak udang itu hampir 80 persen adalah tambak rakyat yang merupakan binaan Dinas Perikanan,” tambahnya.
Di tempat yang sama, Ketua LBH FORpKOT Sumenep, Herman Wahyudi, SH., mendesak kepada TTP3 Sumenep agar melakukan penertiban 700 tambak udang ilegal tersebut.
Menurutnya, hal tersebut sangat penting dilakukan supaya pelaku tambak udang ilegal di Sumenep segera mengurus izin mengingat ratusan tambak udang ilegal tersebut telah beroperasi selama bertahun-tahun.
Selain itu, kata Herman sapaan karibnya, penutupan tambak udang tersebut juga untuk mengantisipasi pencemaran terhadap lingkungan dan ekosistem setempat akibat dari limbah berbahaya yang dihasilkan dari ratusan tambak udang ilegal itu.
”Hal ini juga untuk memberikan contoh kepada masyarakat maupun pengusaha nakal agar tidak seenaknya membangun atau menjalankan usaha tambak udang secara ilegal,” jelas Herman.
Bahkan Herman juga meminta kepada TTP3 Sumenep untuk meyerahkan data ratusan tambak udang ilegal tersebut kepada LBH FORpKOT.
”Jika TTP3 tidak akan melakukan penutupupan, serahkan data ratusan tambak udang ilegal kepada kami. Dan kami akan melaporkan persoalan tambak udang ilegal ini ke APH. Supaya nanti APH yang melakukan penutupan,” jelas Herman di hadapan para audiens.
Rahman, bahkan menjurus apabila 700 tambak udang ilegal tersebut ditutup maka mata pencaharian petambak akan terputus.
”Akan dikasih makan apa anak dan istri petani tambak udang itu,” ucapnya.
Oleh karena itu, sambung Rahman, pada saat TTP3 melakukan pembinaan kepada 95 koordinator yang membawahi 700 tambak udang ilegal tersebut, tim menyodorkan surat pernyataan dimana dalam surat pernyataan tersebut ada deadline waktu bagi petambak udang agar mengurus izin.
”Terkait dengan permintaan data tambak udang ilegal, nanti rekan-rekan LBH FORpKOT bisa mengajukan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan, karena tambak udang tak berizin ini adalah binaan dari Dinas Perikanan,” jelasnya.
Namun, pada saat disinggung soal deadline waktu surat pernyataan tersebut Rahman, tidak bisa menyebutkan secara pasti, dirinya hanya menyampaikan di ruang audiensi bahwa hal itu akan pihaknya lakukan secepatnya. “Secepatnya,” pungkasnya.