Amputasi Konstitusional Demokrasi

Amputasi Konstitusional Demokrasi
Subairi Sajaka Amta, SH

Opini | Demarkasi.co – Pamekasan telah menjalani proses Pilkada untuk pemilihan calon Bupati dan calon wakil Bupati pada 2024 lalu. Hasilnya, pasangan calon nomor urut 02, KH. Khalilurrahman-Syukriyanto berhasil meraih suara terbanyak. Namun, perjalanan demokrasi di daerah ini mulai terancam ketika pasangan calon nomor urut 03, Ra Baqir-Taufadi merasa tidak puas dengan hasil tersebut. Mereka mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dengan alasan adanya pelanggaran dalam proses pemilihan.

Setelah melalui berbagai tahapan, Mahkamah Konstitusi (MK) menerima permohonan dari pemohon, dan persidangan pun dilanjutkan ke tahap pembuktian.

Hal ini tentu membawa dampak besar terhadap perjalanan demokrasi di Pamekasan. Pasalnya, jika putusan MK akhirnya mengabulkan gugatan tersebut, baik secara keseluruhan maupun sebagian, maka Pemungutan Suara Ulang (PSU) di beberapa Desa atau kecamatan bisa menjadi kenyataan. Dampaknya jelas, sistem demokrasi yang seharusnya berjalan adil dan transparan bisa tergerus begitu saja.

Potensi PSU ini tidak sekadar menjadi masalah teknis, tetapi juga potensi menjadi titik balik yang berbahaya bagi keutuhan demokrasi di Pamekasan. Bayangkan, dengan adanya kekuatan uang dan kekuasaan yang berperan secara besar, para politisi dan bohir politik (pialang kekuasaan) bisa memanipulasi hasil pemilihan. Hal ini menjadi lebih serius lagi mengingat salah satu pasangan calon, Ra Baqir-Taufadi mendapat dukungan dari sosok yang tidak bisa dipandang sebelah mata: seorang bohir politik yang memiliki kendali atas anggaran negara hingga mencapai 3 ribu triliun, yaitu ketua Banggar DPR RI.

Dengan kekuatan dana yang luar biasa besar serta kedekatannya dengan struktur kekuasaan, bohir politik ini bisa saja memainkan peran penting untuk menggulingkan suara rakyat yang sah. Dalam skenario terburuk, kekuasaan dan uang tersebut bisa mengarah pada “amputasi demokrasi” yang seharusnya melahirkan pemimpin berdasarkan pilihan rakyat, namun malah tergantikan oleh kekuatan politik yang tidak sejalan dengan prinsip demokrasi yang sesungguhnya.

Keputusan Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan nasib Pilkada Pamekasan menjadi sangat krusial. Jika nantinya MK mengabulkan seluruh gugatan yang diajukan, maka bukan hanya proses demokrasi yang dipertaruhkan, tetapi juga kepercayaan Masyarakat terhadap lembaga-lembaga negara. Demokrasi bukanlah sesuatu yang bisa dijual dan dibeli dengan uang dan kekuasaan. Kita tentu berharap putusan MK nanti harus benar-benar mencerminkan kedaulatan rakyat, bukan mengarah pada permainan politik yang hanya menguntungkan segelintir pihak.

Pamekasan sebagai daerah yang mengedepankan semangat demokrasi seharusnya mampu menjaga integritasnya dalam setiap proses politik. Kita tidak bisa membiarkan kekuatan politik yang hanya berfokus pada kepentingan sesaat merusak tatanan demokrasi yang telah dibangun.

Oleh karena itu, seluruh elemen masyarakat, terutama yang terlibat dalam proses hukum, harus menjaga prinsip keadilan dan keberpihakan kepada rakyat dalam menghadapi potensi amputasi demokrasi ini. Sebab, jika ini terjadi, maka demokrasi di Pamekasan, dan bahkan di Indonesia, bisa tergerus oleh agenda politik yang lebih besar.

Pamekasan yang dikenal dengan julukan “Kota Gerbang Salam” memiliki karakter budaya dan keshalehan sosial yang begitu kuat. Sebagai bagian dari Madura yang kaya dengan nilai-nilai keislaman, Pamekasan bukan sekadar tempat tinggal, tetapi juga simbol dari semangat ukhuwah Islamiyah, ketaatan pada ajaran agama dan kebersamaan dalam masyarakat.

“Gerbang Salam” bukan hanya sebuah julukan, tetapi juga merupakan gambaran tentang budaya yang terbuka, ramah, dan penuh dengan nilai-nilai sosial yang memelihara harmoni dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, seharusnya kepentingan politik sesaat tidak merusak apa yang telah lama tertanam dalam kehidupan Masyarakat Pamekasan.

Sejak era reformasi, Pamekasan telah dipimpin oleh penguasa yang berbasis pada nilai-nilai Islam, dengan partai-partai besar seperti PKB, PPP, dan PBB yang menjadi pilar utama dalam politik daerah ini. Keberadaan partai-partai tersebut menunjukkan betapa kuatnya pengaruh Kiai, Santri, serta budaya lokal dalam jalannya pemerintahan dan kehidupan sosial di Pamekasan.

Namun, situasi politik mulai berubah dengan munculnya calon dari partai yang memiliki keterbatasan di kursi legislatif. Perubahan ini bisa menjadi indikasi bahwa Pamekasan sedang menghadapi ancaman besar terhadap identitas dan budaya politiknya.

Apabila putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nanti benar-benar mengarah pada Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang diminta oleh pemohon, maka potensi masuknya pengaruh politik luar daerah yang lebih mengedepankan kepentingan pragmatis-materialis akan semakin besar. Ini bisa menjadi jalan masuk “Partai merah” yang selama ini kesulitan tumbuh dan berkembang di Pamekasan. Mereka akan mencoba memanfaatkan kekuatan uang dan politik dari luar untuk menggantikan kekuatan tradisional yang selama ini menjadi ciri khas Pamekasan, yakni Kiai, Santri serta budaya yang berbasis pada nilai-nilai keislaman dan sosial.

Pada titik ini Pamekasan bisa menghadapi titik balik yang sangat penting dalam sejarah politiknya. Jika dominasi politik Islam yang berlandaskan pada nilai-nilai budaya “Gerbang Salam” tergeser, maka Pamekasan berisiko kehilangan jati dirinya yang sudah lama dibangun. Kekuatan politik yang berbasis uang dan kuasa yang mungkin datang dari para bohir politik bisa menggeser posisi Kiai dan Santri sebagai kelompok penting dalam pengambilan keputusan politik.

Tentu ini akan menciptakan ketidakseimbangan yang berbahaya bagi Pamekasan, di mana yang
berkuasa bukan lagi suara rakyat, melainkan pengaruh uang dan kekuasaan.

Karena itu, kesadaran Masyarakat Pamekasan, terutama para tokoh masyarakat dan cendekiawan sangat dibutuhkan untuk menjaga marwah politik daerah ini. Tidak hanya menerima apapun putusan MK, tetapi harus pasang badan menjaga agar nilai-nilai keislaman dan budaya “Gerbang Salam” tetap menjadi pondasi dalam setiap langkah politik.

Pamekasan harus tetap hijau dan menyejukkan, tidak tergoyahkan oleh kekuatan-kekuatan politik yang hanya mengejar kepentingan sesaat.

Oleh karena itu, Rakyat Pamekasan harus terus menggelorakan semangat untuk menjaga agar Pamekasan tetap berada dijalur yang sesuai dengan nilai-nilai yang telah lama membentuknya.

Keputusan apapun yang diambil oleh Mahkamah Konstitusi harus dilihat sebagai langkah untuk menegakkan keadilan, bukan sebagai ajang bagi para pemodal dan kekuasaan untuk merubah arah politik Pamekasan. Mari bersama-sama menjaga agar politik di Pamekasan tetap berada di jalur yang benar, penuh dengan keberkahan, dan memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat.

Pamekasan adalah milik kita bersama, dan kita harus memastikan bahwa masa depan Pamekasan tetap cemerlang dengan menjunjung tinggi kearifan lokal dan prinsip-prinsip keadilan.

Pamekasan, 18-02- 2025

Catatan Pilkada Pamekasan ini ditulis oleh:

Zubairi Sajaka Amta, S.H.
Advokat & Korwil LBH FORpKOT Pamekasan