Sumenep | Demarkasi.co – Dugaan dilacurkannya produk institusi DPRD Sumenep oleh Abdul Hamid Ali Munir, soal rekrutmen Anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep (DPKS) periode 2021-2026 nampaknya semakin berbuntut panjang.
Pasalnya, keputusan ceroboh yang dilakukan oleh ketua DPRD Sumenep tersebut telah merugikan banyak pihak. Tak pelak persoalan tersebut saat ini mulai bergulir ke meja Badan Kehormatan (BK) DPRD Sumenep.
Berdasarkan pantauan media ini, Lembaga Bantuan Hukum Forum Rakyat Pembela Keadilan dan Orang-Orang Tertindas (LBH – FORpKOT) telah resmi melaporkan ketua DPRD Sumenep, Abdul Hamid Ali Munir, SH., ke BK DPRD Sumenep.
Diketahui bahwa laporan dugaan pelanggaran etik tersebut, kata ketua LBH FORpKOT, Herman Wahyudi. SH., merupakan buntut dari kebijakan ugal-ugalan yang dilakukan oleh ketua DPRD Sumenep yang telah melecehkan hasil rapat kerja Komisi IV tentang polemik DPKS.
Karena, lanjut pria yang akrab disapa Herman ini, dalam redaksional surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh ketua DPRD Sumenep tentang polemik DPKS tersebut tidak sesuai dengan laporan hasil rapat kerja Komisi IV.
“Keputusan ketua DPRD Sumenep ini sudah tidak mencerminkan dirinya sebagai wakil rakyat karena telah mengesampingkan aspirasi masyarakat,” kata Herman, saat diwawancarai media Demarkasi.co di halaman Kantor DPRD Sumenep. Rabu, 23 Maret 2022.
Selain itu, pria yang berprofesi sebagai advokat tersebut juga melaporkan perbuatan ketua DPRD Sumenep yang telah menggunakan Gedung DPRD Sumenep sebagai tempat pemeriksaan kasus dugaan penipuan CPNS yang menyeret istrinya.
“Gedung DPRD ini merupakan tempat orang terhormat dan orang-orang hebat yang diberikan mandat oleh rakyat. Dengan dijadikannya tempat pemeriksaan terduga pelaku pidana maka secara tidak langsung telah mencoreng marwah dari institusi wakil rakyat tersebut. Dan apa yang dilakukan oleh ketua dewan Sumenep itu tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun,” tegas Herman.
Oleh karena itu, pria yang dikenal pegiat anti korupsi berharap kepada BK DPRD Sumenep agar memproses laporan dari lembaganya sesuai dengan hasil audiensi dengan LBH FORpKOT pada hari Senin (21/03) kemarin.
Sebelumnya, Wakil Ketua BK DPRD Sumenep, Nurus Salam, saat audiensi dengan LBH FORpKOT menyarankan agar membawa persoalan surat rekomendasi polemik DPKS ini secara resmi ke BK DPRD Sumenep.
Karena, kata politisi senior dari partai Gerindra itu, dalam kasus rekomendasi soal DPKS yang diduga dilacurkan oleh ketua DPRD Sumenep tersebut pihaknya masih belum mengetahui secara pasti kronologis kejadian yang sebenarnya.
Sehingga sampai saat ini BK DPRD Sumenep secara substantif masih belum tahu materi yang terjadi dalam kasus rekomendasi DPKS tersebut.
“Kami BK DPRD non komisi IV belum mengetahui betul secara substansi kenapa rekomendasi ini menjadi persoalan,” ujar Nurus Salam saat audiensi dengan LBH FORpKOT. Senin, 21 Maret 2022.
Politisi senior dari partai Gerindra berkomitmen akan melakukan klarifikasi dan verifikasi atas laporan kasus dugaan pelanggaran kode etik oknum anggota DPRD Sumenep yang dilaporkan LBH FORpKOT berdasarkan data-data yang disampaikan.
Selain itu, pria yang akrab disapa Oyock ini berharap kepada LBH FORpKOT dan perwakilan sejumlah media agar melakukan pengawalan bersama terhadap kasus-kasus dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh oknum anggota DPRD Sumenep.
Disinggung soal gedung DPRD Sumenep yang dijadikan tempat pemeriksaan kasus pidana oleh ketua DPRD Sumenep? Pihaknya mengaku bukan tidak mau memproses persoalan tersebut. Namun selama ini BK DPRD Sumenep sama sekali belum mendapatkan laporan perihal tersebut.
“Mohon maaf bukan kami tidak mau memproses karena selama ini kami masih belum menerima laporan. Berdasarkan Nomenklatur SO yang baru. BK menjadi mitra dalam pelayanan kepada masyarakat di bawah bagian Penganggaran dan Pengawasan (Garwas). Kalau dulu BK mitra kerjanya dengan bagian hukum. Sementara Pak Asiek (Karyawan di lingkungan kantor DPRD Sumenep -red) tidak begitu banyak tahu karena persoalan yang ini sudah lumayan agak lama,” ujarnya.
Oleh sebab itu, pendekar legislator ini berharap kepada LBH FORpKOT dapat memberikan data-data berkaitan dengan kasus etik anggota dewan itu. Supaya pihaknya (BK DPRD-red) dapat menindak lanjuti persoalan dugaan pelanggaran etik di internal anggota DPRD kabupaten Sumenep. “Tentunya akan tetap dilakukan dengan prosedur yang ada,” pungkasnya.