Sumenep | Demarkasi.co – Adanya penerbitan surat pemberhentian penyelidikan dan penyidikan (SP3) kasus dugaan jual beli emas dengan terlapor salah satu pemilik toko emas di Kabupaten Sumenep masih terus mendapat sorotan sejumlah wartawan yang tergabung di DPC AWDI Sumenep.
Pasalnya, selain dinilai tidak memenuhi syarat, pada saat proses hukum kasus dugaan penipuan dengan LP Nomor: LP/56/II/2020/JATIM/ RES SUMEMEP tersebut berjalan diduga ada permainan antara pelapor dan oknum polisi yang berujung penerbitan SP3.
Berdasarkan data yang telah dikantongi oleh DPC AWDI Sumenep, ending dari kasus dugaan penipuan jual beli emas tersebut disinyalir memang telah direncanakan berkahir dengan perdamaian oleh pelapor dan oknum polisi di Polres Sumenep kala itu.
Sebab, kesepakatan damai dengan syarat terlapor ganti rugi terhadap pelapor tersebut diduga merupakan inisiatif dari oknum penyidik Polres Sumenep.
“Terlapor ini sampai 4 kali dilakukan pemeriksaan. Panggilan ke tiga terlapor disuruh rembuk dengan pelapor,” ujar sumber.
Selain itu, kata Sumber, kuat dugaan terlapor juga diintimidasi saat proses pemeriksaan atau permintaan keterangan.
Sebab, apabila kasus tersebut dilanjut (tidak damai) maka toko emas terlapor ini akan dilakukan penggeledahan oleh penyidik.
“Dan kalau tidak punya SIUP, terlapor bisa terjerat pasal lagi,” tambahnya.
Sementara BRIPKA Teguh Cahyanto, SH., saat audiensi dengan sejumlah pers yang tergabung di DPC AWDI Sumenep membantah terkait dugaan adanya intimidasi terhadap terlapor.
Menurutnya, selama proses pemeriksaan tidak ada bahasa intimidasi dari penyidik terhadap terlapor.
“Kita panggil terlapor dan kita mintai keterangannya,” ngakunya, Kamis (24/11).
Ia juga mengaku bahwa penyelesaian secara kekeluargaan tersebut adalah permintaan dari terlapor.
“Kita hanya memberikan peluang kepada terlapor. Dan kesepakatan damainya terjadi di luar bukan di Polres,” imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, proses hukum kasus dugaan penipuan jual beli emas atas Laporan Polisi (LP) Nomor : LP/56/II/2020/JATIM/RES SUMENEP dengan terlapor salah satu pengusaha/pemilik toko emas di Sumenep telah resmi diterbitkan Surat Pemberhentian Penyelidikan dan Penyidikan (SP3) oleh Polres Sumenep.
Hal tersebut disampaikan oleh pihak Polres Sumenep saat menggelar audiensi dengan Organisasi Pers DPC AWDI Sumenep, Kamis 24 November 2022.
Forum Audiensi antara Polres Sumenep dengan sejumlah wartawan yang tergabung di DPC AWDI Sumenep tersebut berlangsung di ruang KTS Polres Sumenep dan dipimpin oleh KBO Reskrim Polres Sumenep yang didampingi oleh Kanit Pidum, Ipda Sirat, SH., dan Bripka Teguh Cahyanto, SH.
Menurut Bripka Teguh Cahyanto, SH., dasar penerbitan SP3 kasus dugaan penipuan jual beli emas tersebut karena telah ada kesepakatan damai antara kedua belah pihak dan pelapor telah mencabut laporannya.
“Ini surat pernyataan pencabutan laporannya,” kata Bripka Teguh kepada anggota AWDI Sumenep sambil menunjukkan surat pernyataan pencabutan laporan yang ditanda tangani oleh pelapor. Kamis (24/11).
Di tempat yang sama, Sudarsono salah satu anggota DPC AWDI Sumenep, menyanggah apa yang disampaikan oleh Bripka Teguh.
Karena menurut wartawan yang akrab disapa Endar ini, dasar hukum penerbitan SP3 atas kasus tindak pidana hanya diatur dalam pasal 109 ayat 2 KUHAP.
Dimana dalam pasal 109 ayat 2 KUHAP itu, syarat penerbitan SP3 ada tiga, yakni tidak terdapat cukup bukti, bukan merupakan peristiwa tindak pidana dan demi hukum.
“Kesepakatan damai antara terlapor dan pelapor tidak masuk salah satu syarat penerbitan SP3,” ujarnya.
Menyikapi apa yang disampaikan oleh DPC AWDI Sumenep, Bripka Teguh tetap bersikukuh mengatakan bahwa penerbitan SP3 atas kasus tersebut telah sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Menurutnya, apabila pelapor telah mencabut keterangannya, berarti satu alat bukti telah gugur. Maka laporan itu batal demi hukum.
“Karena pelapor telah mencabut keterangannya,” jelasnya. (Bersambung)