Pilkades Serentak & Pilihan Yang Terdistorsi

Pilkades Serentak & Pilihan Yang Terdistorsi

Oleh: Minhaji Ahmad *)

TUJUAN PILKADES itu memilih orang yang tepat sebagai mandataris, yaitu, orang yang dipercaya mengemban tugas. Dalam teori, mandat adalah bagian dari kewenangan. Dari itu, mandataris yang terpilih melalui pemilihan langsung memperoleh kewenangan dalam hal ini hak dan kewajiban menjalankan fungsi managemen. Kewenangan ini tentu dalam perspektif kepentingan bersama.

Seperti apakah orang yang tepat menjadi mandataris dari pemilihan langsung? Sederhananya, adalah orang yang bisa membuat perencanaan yang baik dan terukur, mengorganisir sumberdaya manusia secara tepat, menjalankan tugas-tugas sebagaimana rencana, terakhir memiliki kesadaran kontrol baik dalam diri maupun dari luar dirinya. Artinya, setiap pekerjaan selalu butuh evaluasi demi perbaikan.

Kompetensi ini adalah pertanda bahwa figur yang terpilih adalah orang yang tepat. Asal tidak korupsi.

Persoalan kemudian, benarkah orang yang telah dipilih dalam pemilihan adalah sosok yang tepat? Dalam preskriptif tentu iya. Idealnya, pemilihan dilakukan sebagai kesepakatan untuk memilih figur terbaik. Kesepakatan dimaksud tentu melalui sistem demokrasi, dengan, penentuan suara terbanyak. Dalam sistem demokrasi mayoritas dianggap memiliki kecenderungan positif menghasilkan figur terbaik.

Dangan berpijak pada asumsi bahwa semua orang menginginkan kebaikan untuk dirinya, maka, demi kemaslahatan diri, setiap orang pasti berupaya memilih orang kepercayaan sebagai pemimpin yang siap menjaga kepentingan diri baik individual maupun bersama. Inilah alasan kenapa orang pasti memilih orang yang tepat dalam sebuah momentum pemilihan.

Namun demikian, dalam deskripsi pengalaman pemilihan, tidak semua tujuan berjalan mulus. Bahkan ada yang terdistorsi akibat salah pilih. Alih-alih menghasilkan orang yang tepat, pasca pemilihan yang muncul justru figur antagonis. Pemilihan seperti pilkades dan pemilihan lainnya, kenyataan kadang tidak selalu teguh memegang janji harapan. Ada pembajak yang cukup berdosa;

Pembajak selalu berdiri demi kegentingan kelompoknya daripada kepentingan bersama. Mereka para pembajak bisa dari kalangan orang kaya, tokoh masyarakat, kelompok intelektual, dan blater. Pengaruh mereka cukup signifikan memengaruhi suara pemilih kerena memiliki Social Capital yang kuat di lingkungan masyarakat. Mereka ini yang nantinya mengambil keuntungan sepihak dari ritual periodik ini.

Lalu?

Demi kebaikan berlangsungnya pilkades agar lahir figur pilihan, yang bisa kita lakukan menolak godaan mereka baik berupa uang, jabatan, pekerjaan, bahkan surga. Bisa? Katakan bisa! Tentu kecuali uang. Karena sampai kiamat peran pembajak tidak bisa dihilangkan dari peta kontestasi. Sebab keberadaannya sangat dibutuhkan sebagai alat bantu mengkondisikan suara. Mereka mempunyai hubungan spesial dengan semua calon.

Memisahkan mereka, sama beratnya memisahkan Maharaja dan Maharatu.

*) Penulis adalah Mantan Aktivis PMII Pamekasan yang saat ini menjadi pengelola Lensa UIM.